Beranda | Artikel
Faedah Surat Al Mulk, Bersyukur atas Anugerah Air
Senin, 28 Juni 2010

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Para pengunjung setia Rumaysho.com yang semoga selalu diberkahi oleh Allah.  Pada kesempatan kali ini kita akan kembali mengkaji tafsir surat Al Mulk ayat 25-terakhir (seri ke-9). Seperti biasanya pula kita akan menarik faedah-faedah menarik di dalamnya. Semoga bermanfaat bagi hati yang selalu merindukan Al Qur’an.

 

Allah Ta’ala berfirman,

وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (25) قُلْ إِنَّمَا الْعِلْمُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ (26) فَلَمَّا رَأَوْهُ زُلْفَةً سِيئَتْ وُجُوهُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَقِيلَ هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تَدَّعُونَ (27) قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَهْلَكَنِيَ اللَّهُ وَمَنْ مَعِيَ أَوْ رَحِمَنَا فَمَنْ يُجِيرُ الْكَافِرِينَ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (28) قُلْ هُوَ الرَّحْمَنُ آَمَنَّا بِهِ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا فَسَتَعْلَمُونَ مَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (29) قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَصْبَحَ مَاؤُكُمْ غَوْرًا فَمَنْ يَأْتِيكُمْ بِمَاءٍ مَعِينٍ (30)

Dan mereka berkata: “Kapankah datangnya ancaman itu jika kamu adalah orang-orang yang benar?” Katakanlah: “Sesungguhnya ilmu (tentang hari kiamat itu) hanya pada sisi Allah. Dan sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan”. Ketika mereka melihat azab (pada hari kiamat) sudah dekat, muka orang-orang kafir itu menjadi muram. Dan dikatakan (kepada mereka) inilah (azab) yang dahulunya kamu selalu meminta-mintanya. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika Allah mematikan aku dan orang-orang yang bersama dengan aku atau memberi rahmat kepada kami, (maka kami akan masuk surga), tetapi siapakah yang dapat melindungi orang-orang yang kafir dari siksa yang pedih?” Katakanlah: “Dia-lah Allah Yang Maha Penyayang kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal. Kelak kamu akan mengetahui siapakah yang berada dalam kesesatan yang nyata”. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?”.” (QS. Al Mulk: 25-30)

Pengingkaran Orang Kafir Terhadap Hari Berbangkit

Dalam ayat 24, Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ هُوَ الَّذِي ذَرَأَكُمْ فِي الْأَرْضِ

Katakanlah: “Dia-lah Yang menjadikan kamu berkembang biak di muka bumi”. Maksudnya, Allah membangkitkan kalian dan menyebarkan kalian di berbagai penjuru negeri dengan perbedaan dalam bahasa, warna kulit, bentuk rupa. Namun akhirnya,

وَإِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Dan hanya kepada-Nya-lah kamu kelak dikumpulkan”. Maksudnya, setelah terpisah dan terpecah-pecah, akhirnya Allah mengumpulkan kembali.[1]

Lalu setelah itu mereka menanyakan kapankah datangnya hari kiamat,

وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (25)

“Dan mereka berkata: “Kapankah datangnya ancaman itu jika kamu adalah orang-orang yang benar?” (QS. Al Mulk: 25)

Inilah orang-orang kafir yang mengingkari datangnya hari kiamat. Mereka menyangka bahwa sangat mustahil hari berbangkit itu ada. Anggapan mereka, bagaimana mungkin setelah dulu manusia dalam keadaan terpisah dan terpecah-pecah di berbagai negeri, lalu mereka menyatu kembali?[2] Namun anggapan sudah pasti sangat keliru.

Hanya Allah yang Mengetahui Kapankah Datang Hari Berbangkit (Hari Kiamat)

Pada ayat 26, Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنَّمَا الْعِلْمُ عِنْدَ اللَّهِ

“Katakanlah: “Sesungguhnya ilmu (tentang hari kiamat itu) hanya pada sisi Allah.”

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Tidak ada yang mengetahui kapankah datangnya hari berbangkit kecuali Allah. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mengabarkan pada kalian bahwasanya hari tersebut pasti datang, dan mustahil terelakkan. Maka bersiaplah dengan datangnya hari tersebut.”[3]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah menyampaikan bahwa hari berbangkit tersebut pasti terjadi. Beliau sendiri tidak mengetahui kapan terjadinya. Yang mengetahuinya hanyalah Allah. Allah Ta’ala berfirman pada ayat ke-26,

وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ

“Dan sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan.”

Adzab yang Dinantikan Akhirnya Datang

Allah Ta’ala berfirman dalam ayat ke-27,

فَلَمَّا رَأَوْهُ زُلْفَةً سِيئَتْ وُجُوهُ الَّذِينَ كَفَرُوا

“Ketika mereka melihat azab (pada hari kiamat) sudah dekat, muka orang-orang kafir itu menjadi muram”.

Kata (زُلْفَةً) bermakna semakin dekat.

Ketika kiamat datang, orang-orang kafir pun menyaksikannya. Mereka akan melihat bahwa apa yang dulu pernah dijanjikan benar-benar akan terjadi. Kiamat pasti datang, walaupun dirasa masih lama waktunya. Ketika kiamat itu benar-benar terjadi, jadilah muram wajah-wajah mereka (orang-orang kafir). Mereka akan tahu bahwa di hari itu kejelekan akan menimpa mereka.[4]

Oleh karena itu, dikatakan pada orang kafir dalam rangka menghinakan mereka,

هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تَدَّعُونَ

Dan dikatakan (kepada mereka) inilah (azab) yang dahulunya kamu selalu meminta-mintanya”. Maksudnya, inilah adzab (siksaan) yang dulu kalian –wahai orang-orang kafir- minta agar disegerakan.[5]

Siapakah yang akan Melindungi Orang Kafir dari Siksa yang Pedih?

Selanjutnya Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatakan kepada orang-orang musyrik yang menentang nikmat-nikmat Allah. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَهْلَكَنِيَ اللَّهُ وَمَنْ مَعِيَ أَوْ رَحِمَنَا فَمَنْ يُجِيرُ الْكَافِرِينَ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika Allah mematikan aku dan orang-orang yang bersama dengan aku atau memberi rahmat kepada kami, (maka kami akan masuk surga), tetapi siapakah yang dapat melindungi orang-orang yang kafir dari siksa yang pedih?” (QS. Al Mulk: 28).

Yang dapat melindungi mereka dari siksa yang pedih adalah dengan bertaubat dan kembali pada agama Allah yang benar.[6] Namun ketika adzab tersebut sudah menghampiri mereka di hari kiamat kelak, tentu saja taubat dan lainnya tidaklah manfaat. Yang ada hanyalah penyesalan demi penyesalan.

Iman dan Tawakkal

Pada ayat ke-29, Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ هُوَ الرَّحْمَنُ آَمَنَّا بِهِ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا فَسَتَعْلَمُونَ مَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Katakanlah: “Dia-lah Allah Yang Maha Penyayang kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal. Kelak kamu akan mengetahui siapakah yang berada dalam kesesatan yang nyata”.

Dalam ayat ini Allah Ta’ala mengkhususkan tawakkal dari amalan lainnya.Padahal tawakkal termasuk bagian dari iman. Hal ini menunjukkan bahwa konsekuensi dari iman adalah dengan adanya tawakkal di dalamnya. Yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah Ta’ala,

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (QS. Al Maidah: 23).[7]

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan, “Jika keadaan seorang Rasul dan pengikutnya adalah demikian (selalu bertawakkal pada Allah, -pen), dan inilah keadaan orang-orang yang berbahagia. Sedangkan musuh para Rasul memiliki sifat yang berlawanan dengan ini. Musuh Rasul tidak memiliki iman dan tawakkal. Dari sini kita pasti tahu manakah orang-orang yang mendapati petunjuk dan manakah orang-orang yang berada dalam kesesatan yang nyata.”[8]

Ayat di atas menunjukkan wajibnya bertawakkal pada Allah setelah beriman kepada-Nya.[9]

Tawakkal berasal dari kata “wukul”, artinya menyerahkan/ mempercayakan. Seperti dalam kalimat disebutkan “وَكَّلْت أَمْرِي إِلَى فُلَان”, aku menyerahkan urusanku pada fulan. Sedangkan yang dimaksud dengan tawakkal adalah berkaitan dengan keyakinan.[10]

Berdasarkan keterangan dari Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah, hakekat tawakkal adalah benarnya penyandaran hati pada Allah ‘Azza wa Jalla untuk meraih berbagai kemaslahatan dan menghilangkan bahaya baik dalam urusan dunia maupun akhirat, menyerahkan semua urusan kepada-Nya serta meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa ‘tidak ada yang memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya, dan mendatangkan manfaat kecuali Allah semata’.[11]

“Dalam merealisasikan tawakkal tidaklah menafikan melakukan usaha dengan melakukan berbagai sebab yang Allah Ta’ala tentukan. Mengambil sunnah ini sudah menjadi sunnatullah (ketetapan Allah yang mesti dijalankan). Allah Ta’ala memerintahkan untuk melakukan usaha disertai dengan bertawakkal pada-Nya,” demikian penuturan Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah[12].

Sahl At Tusturi rahimahullah mengatakan, ”Barangsiapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan). Barangsiapa mencela tawakkal (tidak mau bersandar pada Allah) maka dia telah meninggalkan keimanan.”[13]

Allah-lah yang Menganugerahkan Air

Dalam ayat terakhir, Allah menceritakan bahwa Dia-lah yang Maha Tunggal dalam memberikan berbagai nikmat, terkhusus nikmat air. Nikmat air bisa jadi dari dalam bumi berupa mata air, atau turun dari langit. Dari air inilah segala sesuatu menjadi hidup. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَصْبَحَ مَاؤُكُمْ غَوْرًا فَمَنْ يَأْتِيكُمْ بِمَاءٍ مَعِينٍ

Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?”

Yang dimaksud (غَوْرًا) adalah tidak mengalir, tidak keluar dari mata air.[14]

Maksud ayat ini, bukankah dengan air ini nantinya digunakan untuk minum, untuk memberi minum pada ternak, air pada pepohonan dan berbagai tanaman? Lantas bagaimana jika air tersebut tidak mengalir? Siapakah yang nantinya akan mendatangkan air tersebut? Benarlah, tidak ada yang mampu untuk melakukan ini semua kecuali Allah Ta’ala semata.[15]

Ayat di atas serupa dengan firman Allah Ta’ala,

أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ (68) أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ (69) لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ (70)

Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?” (QS. Al Waqi’ah: 68-70)[16]

Puji syukur pada Allah atas berbagai nikmat ini. Walillahil hamdu wal minnah.

Alhamdulillah, selesai sudah faedah-faedah dari surat Al Mulk. Insya Allah pada kesempatan selanjutnya, kami akan mengangkat pembahasan mengenai fadhilah (keutamaan) surat Al Mulk. Semoga Allah beri kemudahan.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Diselesaikan atas nikmat Allah, di waktu ‘Isya’, di Panggang-GK, 15 Rajab 1431 H (28/06/2010)

Artikel www.rumaysho.com

Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal

 


[1] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 14/78, Muassasah Al Qurthubah.

[2] Lihat Idem.

[3] Lihat Idem.

[4] Lihat Idem

[5] Lihat Idem.

[6] Lihat Idem.

[7] Lihat Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 878, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1423 H.

[8] Lihat idem.

[9] Lihat Aysarut Tafasir, Abu Bakr Jabir Al Jazairi, hal. 1393, Maktabah Adhwaul Manar, cetakan pertama, 1419 H.

[10] Lihat Fathul Baari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 11/305, Darul Ma’rifah, 1379.

[11] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 516, Darul Muayyid, cetakan pertama, tahun 1424 H.

[12] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 517.

[13] Lihat Idem.

[14] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/79.

[15] Lihat Taisir Al Karimir Rahman, hal. 878.

[16] Lihat At Tashiil li Ta’wilit Tanzil (Juz-u Tabarok), Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, hal. 44, Maktabah Makkah, cetakan pertama, 1423 H.


Artikel asli: https://rumaysho.com/1109-faedah-surat-al-mulk-bersyukur-atas-anugerah-air.html